KWAN KONG – BODHISATTVA SATYAKALAMA
Guan sheng di jun (Hokkian:Kwan Seng
Tek Kun) atau yang lebih dikenal sebagai Guan Gong (Kwan Kong) adalah seorang
jenderal terkenal yang hidup pada zaman tiga negara (Sam Kok – 219 M). beliau
lahir di He Dong (sekarang Jie Zhou), propinsi Shan Xi, dan bernama asli Guan
Yu alias Guan Yin Zhang.
Kwan Kong telah mencapai kesempurnaan
dengan gelar Bodhisattva Satyakalam, Guan Sheng Di Jun (Kwan Seng Tek Kun).
Dalam Agama Buddha, gelar Di Jun (Tek Kun) adalah setingkat dengan Bodhisattva.
Bodhisattva pria biasanya bergelar Di Jun. Sedangkan Bodhisattva wanita
bergelar Pho Sat. Kwan Kong juga bergelar Fu Mo Da Di (Bodhisattva Penakluk
Mara), Guan Fa Li Zu (Bodhisattva Penegak Hukum). Ada umat yang bertanya: dari
mana kita tahu bahwa Dewa Kwan Kong telah mencapai Bodhisattva? Perlu kita
ketahui bahwa perbedaan utama antara Bodhisattva dengan Dewa adalah:
Bodhisattva bersifat internasional (Diakui seluruh dunia), sedangkan Dewa
bersifat lokal (kedaerahan). Contoh: Kwan Im Pho Sat yang dikenal sebagai dewi
Kwan Im, adalah Bodhisattva. Beliau di hormati (diakui) diseluruh dunia, bahkan
orang Baratpun mengenalnya sebagai Goddes of Mercy. Dimana ada Wihara/Kelenteng,
disitu pasti ada arca Kwan Im Pho Sat. San Bao Da Ren (Sam Po Tai Jin) adalah
Dewa, beliau dihormati di Indonesia khususnya Jawa Tengah, arcanya hanya
terdapat di beberapa kelenteng saja.
Kwan Kong bersifat Internasional,
diakui seluruh dunia. Arca Kwan Kong terdapat di Wihara/Kelentang di berbagai
belahan dunia. Bahkan Kwan Kong adalah salah satu Dewata yang dipuja oleh
ketiga agama (Sam Kauw) sekaligus. Kaum Buddhist menganggapnya sebagai Dewata
Pelindung Kuil dan Bangunan-bangunan suci (Salah satu dari Ke Lan Seng Ciong
Pho Sat). Kaum Taoist menghormatinya sebagai Malaikat Pelindung Peperangan.
Sedangkan kaum Confusianist memujanya sebagai orang suci dan teladan dalam hal
setia, pri kebenaran dan keberanian. Sepanjang kekaisaran Tiongkok dan pada
dinasti Qing, Kwan Seng Tee Kun amat dipuja bersama-sama Kwan Im Hut Co. Beliau
adalah Dewata Utama Pelindung Kerajaan.
Gambar dan arcanya populer dengan
ujud Beliau duduk membaca kitab Hikayat zaman Chun Chiu (salah satu dari lima
kitab klasik). Bersama 4 dewata pendidikan lainnya beliau dipuja sebagai 5
dewata pendidikan (Ngo Bun Ciang). Rakyat pada umumnya memujanya sebagai dewata
sipil dan militer (Bun Bu Seng Sin) dan salah satu dari Dewata Harta (Cay Sin).
Bersama anak angkatnya Koan Phing, dan pengawalnya Ciu Chong yang setia, Beliau
banyak dipuja baik di kelenteng maupun di rumah-rumah.
Dalam kisah tiga negara (Sam Kok)
Kwan Kong adalah seorang Jenderal yang bernama Guan Yi (Kwan Yi). Lalu
bagaimana Jendral Kwan Yi (Kwan Kong) bisa menjadi Bodhisattva? Seperti kita
ketahui, Bodhisattva adalah seorang pembina diri yang penuh dengan cinta kasih.
Sedangkan seorang jendral di jaman peperangan pastilah banyak membunuh orang.
Ini adalah hal yang amat kontradiktif. Namun perlu kita ketahui bahwa seseorang
bisa menjadi Bodhisattva bila ia memiliki suatu kepribadian luhur yang luar
biasa. Kepribadian luhur Jendral Kwan Kong yang luar biasa adalah Kesetiaan dan
Peri Kebenaran.
Berikut adalah intisari dan
kepribadin luhur dari sejarah hidup Kwan Kong dalam kisah Sam Kok (kisah tiga
negara).
1.
Setia kepada Negara
pada
suatu peperangan, Kwan Kong sendirian dikurung oleh ratusan prajurit musuh
(Chao-Chao). Namun beliau tidak takut mati, tetap tidak mau menyerah kepada
kepada Chao-chao. Malah mengajukan 3 syarat: 1.takluk kepada kerajaan Han,
bukan kepada Chao-chao. 2.keluarga Lauw Pie (isteri Lauw Pie) dijamin
kemanannya, 3.bila telah mendengar keberadaan Lauw Pie, Kwan Kong diperbolehkan
bergabung kembali dengan kakaknya. Chao-chao dengan sangat terpaksa menerima
ketiga syarat ini (Coba kita pikir: mana ada orang yang menyerah, tapi
mengajukan 3 syarat???). kemudian Kwan Kong tinggal di istana Chao-chao selama
12 tahun, namun beliau tetap setia kepada Dinasti Han dengan prinsip patriotic:menyerah
kepada Han, bukan Chao.
2.
Menjaga norma susila
Kwan
Kong menjaga keselamatan kedua kakak ipar selama 12 tahun, ditemani lilin
membaca kitab sastra Chun Chiu. Tak berani meninggalkan kakak ipar, karena
takut mereka mendapat bahaya. Saat kedua kakak ipar tidur, Kwan Kong tidak
tidur dan menjaga di luar kamar, mempersiapkan golok untuk menjaga keselamatan
kedua kakak ipar. Sebenarnya Chao telah membangun istana yang megah untuk Kwan
Kong, namun Beliau tak mau tinggal di dalamnya, karena senantiasa mengkhawatirkan
kedua kakak iparnya. Lalu Chao dengan licik mengatur Kwan Kong tinggal dengan
kedua kakak iparnya dalam satu atap yang sama, ingin melihat Kwan Kong bisa
menjaga norma susila. Kalau melanggar berarti kegagahan Kwan Kong telah lenyap
di tangan Chao, dan tidak ada muka untuk kembali kepada Lauw Pie. Tapi taktik
Chao tidak berhasil. Selama 12 tahun Kwan Kong berhasil menjaga Norma Susila.
Manusia adalah makhluk yang berperasaan, orang yang tinggal bersama selama 12
tahun pasti ada perasaan. Namun Kwan Kong bisa menjaga kesucian. Sungguh luar
biasa! Hawa ksatria membumbung tinggi ke angkasa, sepanjang sejarah manusia
tiada orang kedua (along the history there was no the second man).
3.
Tidak tergiur akan kesenangan
Chao-chao
melayani Kwan Kong dengan 3 hari 1 pesta kecil, 5 hari 1 pesta besar, dengan
siasat lembut ingin menaklukkan hati Kwan Kong agar mau mengabdi kepadanya.
Karena Chao-chao melihat Kwan Kong menjaga Lauw Pie selama berperang, dengan
penuh penderitaan, letih, tiap saat terancam bahaya. Namun Kwan Kong tetap
setia kepada Lauw Pie, hatinya tidak tergerak dengan pesta-pesta tersebut.
4.
tidak silau akan nama dan harta
Kwan Kong dilantik sebagai Sou Ting Hou (panglima laskar
tertinggi angkatan perang), naik kuda diberi emas, turun kuda diberi perak.
Chao chao sangat pintar menjilat/mengambil hati: setiap Kwan Kong turun dari
kuda ada pengawal yang memberi sekantung perak. Tetapi Kwan Kong tidak
bergeming, tidak serakah akan harta (Coba kalau kita tukar posisi; misalnya
setiap mau naik mobil diberi emas, begitu turun dari mobil diberi sekantung
perak. Jika kita serakah, ingin mendapat harta yang berlimpah dengan mudah,
maka kita setiap hari pekerjaannya hanya naik dan turun mobil saja). Chao
merasa kesal, apakah emas dan perak saya palsu?karena di otak Chao chao, di
dunia ini tidak ada orang yang tidak bisa ditaklukkan dengan 4 Ta: harta (emas
dan perak), tahta (kedudukan tinggi:Sou
TingHou),wanitcantiK(chaochao mengirimkan puluhan wanita
cantik kepada Kwan Kong, tetapi beliau tidak merasa tertarik sama sekali, malah
diserahkan untuk melayani kedua kakak iparnya. Ada pepatah Tiongkok yang
mengatakan, Ying Xiong Nan Guo Mei Ren Guan, yang berarti seorang pahlawan
sukar melewati gerbang ujian wanita cantik. Pepatah ini sudah banyak terbukti
di berbagai negara dari zaman ke zaman. Antara lain: pada Zaman Sam Kok ini ada
seorang pahlawan lain yang sangat luar biasa hebat, yaitu jenderal Lu Pu (Lu
Po). Pernah pada suatu pertempuran Lu Po ini dikeroyok oleh Lauw Pie, Kwan Kong
dan Tio Hui (3 saudara) sekaligus. Tetapi pertempuran ini berlangsung seimbang.
Jendral Lu Po yang hebat tidak bisa dikalahkan di medan pertempuran, tapi ia
ditaklukkan oleh .......... wanita yang cantik, yaitu Tiao Xian. Namun pepatah
ini tak berlaku untuk Kwan Kong, yang tidak bisa ditaklukkan oleh wanita
cantik). Ta yang keempat jamuan pesta. Namun semua cara Chao Chao untuk
menaklukkan KwanKong gagal total. Kwan Kong tak bergeming, tetap setia kepada
Lauw Pie!
5.tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama
chao chao memberikan hadiah jubah
merah yang dilapisi permata kepada Kwan Kong. Namun oleh Kwan Kong jubah merah
(Baru) tersebut dipakai di dalam, sementara jubah hijau pemberian dari Lauw Pie
yang sudah lama, robek dan lusuhu dipakai di luar. Melihat hal ini Chao Chao
merasa amat heran, lalu bertanya kepada Kwan Kong mengapa demikian? Lalu Kwan
Kong menjawab, jubah merah yang baru pemberian dari Chao Chao di pakai di dalam
adalah sebagai tanda Kwan Kong menghormat Chao Chao. Sementara jubah hijau yang
sudah lama dan lusuh tapi dipakai diluar adalah sebagai tanda bahwa Kwan Kong
senantiasa mengingat kakak angkatnya, Lauw Pie!
6.
tidak melupakan kesetiaan persaudaraan
pada saat menerima kabar dari
kakaknya Lauw Pie, Kwan Kong segera mohon pamit kepada Chao-Chao, tapi Chao Chao
sengaja tidak mau bertemu, mengantung plat di depan kamar: tidak menerima tamu!
Tetapi Kwan Kong tidak terbelenggu oleh budi awam, lalu mengembalikan semua
emas dan perak yang telah diterimanya, juga stempel kebesaran Sou Ting Hou.
Kemudian Kwan Kong meninggalkan istana Chao Chao untuk pergi ribuan kilometer
mencari kakak angkatnya, Lauw Pie.
7. Melupakan aku, tidak memperdulikan keselamatan sendiri
Chao chao begitu mengetahui kaburnya
Kwan Kong dari istananya, menurunkan perintah:jika tidak bisa menahan Kwan
Kong, lebih baik bunuh saja! Kwan Kong sendirian dengan membawa dan melindungi
kedua kakak iparnya berhasil menerobos 5 benteng dan membunuh 6 jendral.
Sungguh luar biasa!!! Akhirnya Kwan Kong yang sudah amat letih berhasil bertemu
dengan Lauw Pie dan Tio Hui, kakak dan adik angkatnya. Kesetiaan dan peri
kebenaran Kwan Kong sungguh tak tertandingi, sepanjang sejarah manusia hanya
ada 1 orang. Beliau berhasil mempertahankan kepribadian luhur Gang Zheng:
ksatria, adil, jujur, teguh, berintegritas, dan gagah berani, akhirnya mencapai
kesempurnaan sebagai Maha Bodhisattva Kumala Raja.
Bersama ini menghimbau umat agar
waktu sembahyang kepada Kwan Kong, tidak menggunakan daging sebagai
persembahan, tapi hanya menggunakan buah-buahan atau kue (vegetarian). Ingat,
Beliau telah mencapai Bodhisattva dengan gelar Bodhisattva Satyakalama (Kwan
Seng Tek Kun).
SEJARAH SINGKAT BODHISATTVA
SANGHARAMA/GUAN YU
Sebagian besar orang bisa saja tidak
mengenal nama Bodhisattva Sangharama, tetapi begitu melihat citra rupang
seorang jenderal gagah perkasa dengan jenggot panjang indag bergemulai dan
paras muka merah lebam berkilau, maka mereka pasti akan langsung tahu. Ya,
Bodhisattva Sangharama adalah Guan Yu alias Guan Gng (Kwan Kong).
Siapa tidak tahu Guan Yu? Banyak
orang mengetahuinya dari cerita Sam Kok (kisah tiga negara) dan game Dynasty
Warrior. Namum, tahukah kita bagaimana latar belakang Guan Yu hingga dinobatkan
sebagai Dharmapala (pelindung Dharma) dalam tradisi Mahayana Tiongkok?
Guan Yu (160-219 M), alias Yun Chang,
lahir pada tanggal 24 bulan 6 Imlek, adalah penduduk asal Jiezhou, Hedong
(sekarang Yuncheng, Propinsi Shanxi). Sejak kecil dididik dalam bidang
kesusastraan dan sejarah. Beliau sangat menggemari kitab sejarah Chunqiu (musim
semi dan gugur) dan Zuozhuan (kitab sejarah karya Zuo Qiuming). Guan Yu
memiliki 3 anak: Guan Ping, Guan Xing
dan Guan Suo. Salah satu watak sitimewa yang dimiliki Guan Yu adalah
jiwa setia dan ksatria, beliau berani membela yang lemah dan tertindas. Tahun
184, Guan Yu melarikan diri dari kampung halamannya setelah membunuh orang demi
membela kaum yang lemah. Beliau menuju wilayah Zuo, kemudian berkenalan dengan
Liu Bei dan Zhang Fei. Liu Bei adalah anggota keluarga kaisar kerajaan Han yang
sedang merekrut prajurit untuk membasmi pemberontakan sorban kuning. Karena
memiliki cita-cita yang sama, maka mereka bertiga menjalin tiga persaudaraan
yang dikenal dengan sebutan tiga pertalian setia taman bunga persik. Semenjak
itu, mereka bertiga berkomitmen sehidup semati memperjuangkan cita-cita
penegakan hukum demi membersihkan kerajaan Han dari gerogotan korupsi dan
pengkhianatan.
Namun kerajaan Han yang telah berdiri
kokoh selama 400 tahun itu akhirnya terpecah menjadi 3 kerajaan, yang mana Liu
Bei sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan yang menyatakan diri sebagai
penerus Dinasti Han. Era inilah yang kemudian di kenal dengan sebutan San Guo
(Sam Kok-tiga negara). Perjuangan keras tiga bersaudara Taman Bunga Persik
untuk mempersatukan Tiongkok tidak berhasil. Begitulah hingga usia 60 tahun,
Guan Yu bersama puteranya, Guan Ping, akhirnya gugur dalam pertempuran.
Meskipun demikian, rasa hormat
terhadap Guan Yu tidak serta merta lenyap seiring dengan gugurnya pahlawan
berparas merah lebam ini. Keberanian, kesetiaan dan jiwa ksatria beliau menjadi
kisah harum dalam masyarakat Tionghoa selama turun temurun. Selain itu, dalam
kalangan spiritual, dikenal pula kisah perjodohan Guan Yu dengan ajaran Buddha,
sebuah ajaran kebenaran sejati yang menembus kepekatan misteri dimensi ruang
dan waktu. Ya, Guan Yu menjadi siswa Buddha setelah beliau gugur.
Awal mula sebagai pelindung Dharma
Kisah berikut ini terjadi beberapa
ratus tahun setelah gugurnya Guan Yu. Berdasarkan catatan sejarah Buddhis –
Fozhu Tongji, pada tahun 592 M, (dinasti Sui, era Kai Huang ke-12), disebutkan
bahwa pada suatu malam, langit tiba-tiba menjadi cerah, bulan terlihat jelas
sekali, Guan Yu bersama Guan Ping dan sekelompok makhluk gaib muncul di hadapan
Master Tripitaka Zhiyi (pendiri aliran Tiantai Tiongkok) yang sedang
bermeditasi dibukit Yuquan. Guan Yu berkata ”Saya Guan Yu dari era akhir
Dinasti Han. Ini adalah putra saya, Guan Ping. Kami terus berkelana setelah
meninggal. Yang arya, dengan tujuan apakah anda datang ke sini? Master Zhiyi
menjawab, ”Aku datang kesini untuk mendirikan vihara.”
Guan Yu menjawab, ”Yang Arya,
ijinkanlah kami untuk membantumu. Tidak jauh dari sini, terdapat lahan yang
kokoh tanahnya. Saya dan putra saya dengan senang hati akan membangun vihara
disana untuk anda. Mohon lanjutkan meditasinya, vihara akan selesai dalam waktu
7 hari saja.” Setelah Master Zhiyi
selesai meditasi, terlihat sebuah vihara yang sangat indah muncul persis di
tempat yang ditunjukkan oleh Guan Yu. Vihara itu kemudian diberi nama Vihara
Yuquan.
Suatu hari Guan Yu datang ke Vihara
Yuquan untuk mendengarkan Master Zhiyi membabarkan Dharma, setelah itu beliau
memohon untuk dapat menjadi siswa Buddha dengan menerima Trisarana dan
Pancasila Buddhis. “Aku sangat beruntung mendapat kesempatan mendengarkan
Dharmad dan beraspirasi mempraktikkan Jalan Bodhi (pencerahan) mulai dari
sekarang. Mohon ijinkanlah saya untuk menerima sila dari anda,” demikian ucap
Guan Yu kepada Master Zhiyi. Master Zhiyi kemudian membangun sebuah kuil untuk
Guan Yu di sebelah Barat Daya Vihara. Sebuah batu ukiran yang bertajuk tahun
820 M di Vihara Yuquan mengisahkan tentang pertemuan antara Guan Yu dan Zhiyi
tersebut.
Selain kisah diatas, ada versi lain
tentang kisah bagaimaa Guan Yu menjadi seorang pemeluk agama Buddha. Dikatakan
bahwa pada suatu malam Guan Yu menemui Bhiksu Zhikai, murid dari Tiantai Master
Zhiyi, dan menerima Trisarana dari Bhiksu Zhikai. Kemudian Bhiksu Zhikai
melaporkan perjumpaannya dengan Guan Yu tersebut kepada Yang Guang, Pangeran
Jin (yang kelak akan dikenal sebagai Kaisar Sui-Yang Di). Pangeran Yang Guang
memberikan Guan Yu gelar ”Sangharama Bodhisattva”. Itulah asal muasal dari mana
gelar Sangharama diberikan kepada Guan Yu.
Pada kisah lainnya, seperti dalam
catatan Kisah Tiga Negara (San Guo Yan Yi), Guan Yu muncul dihadapan Bhiksu
Pujing di malam sat gugur karena dipenggal oleh pihak Sun Quan, Raja Wu.
Tubuhnya dikubur di dekat Bukit Yuquan yaitu di JingZhou. Di sela-sela
kegalauan atas kehilangan kepala, raga halus Guan Yu bergentayangan mencari
kembali kepalanya. Bhiksu Pu Jing dengan kekuatan batinnya melihat Guan Yu
turun dari angkasa penunggang kuda sambil menggenggam golok besar Naga Hijau,
bersama dengan 2 pria, Guan Ping dan Zhou Cang. Semasa hidupnya saat dalam
pelarian dari kubu Cao Cao, Guan Yu pernah ditolong oleh Pu Jing di vihara
Zhen-guo. Lalu Bhiksu Pu Jing memukul pelana kuda dengan kebutan cambuknya
seraya berkata, ”Dimana Yun Chang?” seketika itu juga Guan Yu tersadarkan.
Guan Yu kemudian memohon petunjuk
untuk dapat terbebas dari kegelapan pengembaraan batin. Pu Jing memberi
nasihat, “Dulu salah atau sekarang benar tak perlu dipersoalkan lagi, karena
terjadi pada saat sekarang tentunya ada sebab pada masa lalu.” Pu Jing lalu
melanjutkan, “sekarang engkau meminta kepalamu, menuntut atas kematianmu di tangan
Lu Meng, namun kepada siapa Yan Liang, Wen Chou dan penjaga lima perbatasan
serta banyak lagi yang lainnya yang telah kamu bunuh, meminta kembali kepala
mereka?” kata-kata Pu Jing itu terasa sangat menyentak.
Setelah tersadarkan dari
kegalauannya, Guan Yu lalu menjadi pengikut Buddhis. Sejak itu Guan Yu sering
muncul melindungi masyarakat di sekitar Bukit Yuquan. Sebagai rasa terima kasih
kepada Guan Yu, para penduduk membangun Vihara dipuncak Bukit Yuquan.
Gubuk rumput tempat tinggal Pu Jing
kemudian dibangun menjadi Vihara Yuquan. Vihara Yuquan ini didirikan pada abad
ke 6 M dan didalamnya ada aula Sangharama. Ini adalah salah satu tempat
pemujaan Guan Yu yang tertua, juga merupakan Vihara tertua di Dangyang. Tempat
penampakan raga halus Guan Yu ditandai dengan sebatang pilar batu yang
dituliskan: “Disini tempat Guan Yun Chang dari dinasti Han menampakkan diri.”
Pilar batu itu adalah hadiah dari Kaisar Wan Li masa dinasti Ming dan masih
bisa dilihat sampai sekarang. Dalam sutra Saptabuddha Ashtabodhisattva Maha
Dharani Sutra (sutra tentang Mantra Sakti Mahadharani yang dibabarkan 7 Buddha
dan 8 Bodhisattva) tercatat bahwa ada 18 Sangharama (Qielan Shen) sebagai
pelindung lingkungan vihara, yaitu: Meiyin, Fanyin, Tian’gu, Tanmiao, Tanmei,
Momiao, Leiyin, Shizi, Miaotan, Fanxiang, Renyin, Fonu, Songde, Guangmu,
Miaoyan, Cheting, Cheshi, dan Bianshi.
Guan Yu sendiri bukanlah sosok yang
tercatat dalam sutra Mahayana sebagai Sangharama. Sangharama sendiri mengandung
pengertian sebagai tempat tinggal anggota Sangha, atau lebih umum dikenal
sebagai Vihara. Secara etimologi, istilah Sangharama telah dikenal sejak masa
kehidupan Buddha. Selain 18 dewa Sangharama yang telah disebutkan di atas, dua
tokoh yang dianggap sebagai pelindung utama Sangharama adalah Anathapindika dan
Pangeran Jeta, penyokong Vihara Jetavanarama pada masa kehidupan Buddha.
Secara kualitatif, Guan Yu memiliki
pengabdian yang setara dengan para pelindung Sangharama, pun karena memiliki
komitmen yang besar untuk melindungi lingkungan Vihara, maka tidaklah
mengherankan bila kemudian diapresiasi secara khusus oleh Mahayana Tiongkok
sebagai Bodhisattva Sangharama. Ada juga yang menyebutnya Bodhisattva
Satyadharma Kalama.
Di kalangan Mahayana Tiongkok, Guan
yu sering ditampilkan berdiri berpasangan dengan Dharmapala Veda (Weituo Pusa)
yang juga merupakan pelindung Dharma. Keduanya mendampingi rupang Buddha atau
Avalokitesvara.
Pemujaan Guan Yu Hingga ke Tibet
Pemujaan Guan Yu juga meluas sampai
ke Tibet (terutama di aliran Gelugpa dan Nyingmapa). Altar beliau ada di
Vihara-vihara Tibet, seperti Mahavihara Tsurphu, sejak kunjungan Maha Ratna
Dharmaraja Karmapa V ke Tiongkok atas undangan Kaisar Yong Le. Dulu di Tibet,
Guan Yu sebagai Sangharama dikenal dengan nama Karma Hansheng.
Di Tibet dan Mongolia, pemujaan Guan
Di (Dewa Guan Yu) diasosiasikan sebagai raja Gesar dari Ling yang terkenal
merupakan emanasi guru Padmasambhava. Pengasosiasian tersebut dimulai sejak
zaman Dinasti Qing (Manchu). Lobsang Palden Yeshe, Panchen Lama ke 6 (1738-1780
M) adalah yang pertama kali mengatakan bahwa Guan Di adalah Gesar. Oleh karena
itu Guan Di Miao (kuil Guan Gong)di Lhasa disebut juga dengan nama Gesar
Lhakhang. Ada juga yang percaya bahwa Guan Di dan Gesar adalah inkarnasi masa
lalu dari Panchen Lama.
Guan Gong dipandang sebagai Dewa
Pelindung Dinasti Qing, sedangkan ajaran Vajrayana Buddhis sekte Gelug adalah
agama yang dianut anggota kerajaan Dinasti Qing. Demikianlah Guan Gong (Yang
Mulia Guan Yu) dihormati baik oleh kalangan Mahayana maupun Vajrayana (Tantrayana)
sebagai Bodhisattva Dharmapala (Pelindung Dharma). Bahkan dalam kepercayaan
masyarakat, diyakini Guan Gong kelak akan menjadi seorang Buddha bernama Ge
Tian (Ge Tian Gu Fo).
Pemujaan di kalangan umat Tao dan
Kong Hu Cu
Pemujaan Guan Yu luas di kalangan
umat Tao dan Konghucu sebagai Guansheng Dijun, Guan Gong, dan Guan Di.
Penghormatan ini tampak nyata sekali dibanyak kelenteng. Sejak dinasti Song
para Taois memuja Guan Yu sebagai Dewata Pelindung Malapetaka Peperangan,
sedang umat Konghucu menghormati sebagai dewa kesusastraan Wenheng Dadi.
Pemujaan Guan Gong mulai meluas di
kalangan Taois pada abad ke 12 M. Menurut sejarawan Boris Riftin dan Barend J.
Ter Haar, pemujaan Guan Yu dikalangan Buddhis lebih awal daripada dikalangan
Taois.
Pemujaan ini mulai popular pada masa
dinasti Ming. Guan Di dupuja karena kejujuran dan kesetiaannya, pun dipandang
sebagai dewa pelindung perdagangan, dewa pelindung kesusasteraan dan dewa
pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan dewa
perang yang umumnya dialamatkan kepadan Guan Di, harus diartikan sebagai dewa
yang mencegah terjadinya peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan
rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman. Dikalangan rakyat, Guan Yu
juga dianggap sebagai Dewa Rejeki-Wuchai Shen.
Bagaimana mungkin Guan Yu sebagai
seorang jendral yang sering berperang dan membunuh akhirnya dihormati sebagai
Bodhisattva? Meskipun tampak kontradiktif, namun semua ini tak lebih hanyalah
masa lalu yang telah sirna setelah disadarkan oleh nasihat Bhiksu suci.
Penyadaran ini seperti halnya kisah kehidupan Angulimala dimasa kehidupan
Buddha.
Sifat keteladanan Guan Yu
Meskipun pemujaan Guan Yu tersebar di
berbagai kalangan, seperti lingkungan ibadah, kepolisian, bahkan hingga
kalangan mafia yang konon dikatakan meneladani sikap kesetiakawanan Guan Yu,
namun tidak berarti aspek negatif dari dunia mafia lalu dikaitkan dengan sosok
Guan Yu. Ini hanyalah cermin kebebasan orang dalam memilih tokoh pemujaan.
Terlepas dari hal ini, ada baiknya kita melihat sifat mulia yang tercermin dari
sifat mulia yang tercermin dari sosok Guan Yu, yang bisa menjadi teladan bagi
kita semua.
1. patriotis
2. menjaga norma susila
3. tidak tergiur akan kesenangan
/kenikmatan
4. tidak silau akan nama dan harta
5. tidak mengharap yang baru dan
membuang yang lama
6. tidak melupakan kesetiaan
persaudaraan
7. berjiwa altruis (mementingkan
orang lain)
Guan Yu bukan saja telah menjadi
sosok yang identik dengan pemujaan spiritual, pun adalah penyatu kultur
masyarakat Tiongkok dimanapun berada dan menjadi sebuah maskot tentang semangat
pengabdian, kesetiaan, dan sikap lurus.
NASEHAT DEWA KWANKONG
NASEHAT DEWA KWANKONG
·
Jangan membuat perbuatan yang membuat tuhan
marah,karena terlahir sebagai manusia itu bukan hal yang mudah
·
Jangan takut apabila terdengar suara
petir,apabila anda tidak melakukan perbuatan jahat
·
Jangan terlalu mendengar perkataan wanita,karena
selalu kurang sisi kebaikannya
·
Jangan bermalas malasan dalam belajar dan
bekerja,karena semua itu fondasi dalam membina keluarga di kemudian hari
·
Jangan lamban melayani sesame,karena akan merugikan
anda
·
Jangan berperilaku yang tidak benar,agar anak
cucu hidup dengan baik
·
Jangan malu saat berada di kegelapan,karena itu
lakukan segala sesuatu lakukan dengan hati hati dan benar
·
Jangan peralat bawahan atau anak asuh,maka hidup
akan selalu penuh keberuntungan
·
Jangan dekati orang jahat,karena sangat tidak
baik melukai kaum yang lemah
·
Jangan melakukan rencana jahat,karena bisa
membuat sulit kehidupan anak cucu
·
Jangan iri kepada orang kaya,karena kekayaan itu
berkat pahalanya di kehidupan sebelumnya
·
Jangan menyimpan dan membaca buku porno,karena
akan mencelakakan anak cucu
·
Jangan bersantai santai dalam rumah,karena ini
contoh rakyat yang malas
·
Jangan menyiksa pembantu rumah,karena sama sama
manusia juga
·
Jangan menciptakan sensasi hidup,karena akan
terjatuh dalam jurang kesengsaraan
·
Jangan menirukan hidup foya foya karena akan
jatuh miskin nantinya
·
Jangan bertindak secara arogan,bila banyak orang
yang marah maka yang rugi adalah diri sendiri
·
Jangan ragukan hukum sebab akibat,karena
akibatnya akan terlihat didepan mata
·
Jangan permainkan hukum Negara,karena akibatnya
akan sangat berat
·
Jangan jauhi kampung halaman sebagai tanda
hormat kepada leluhur
·
Jangan jauhi orang baik,karena bisa membantu
kita keluar dari masalah
·
Jangan gunakan emosi dalam menyelesaikan masalah,karena
penyesalan selalu datang terlambat
·
Berbicara jangan menyakiti hati orang,karena
bisa mengurangi rezeki hidup
·
Jangan pandang rendah mereka yang
miskin,pikirkan masa masa lalu anda
·
Jangan sia siakan pahala para leluhur,karena
bisa datangkan bencana
·
Sesama saudara jangan saling menyakiti,karena
sama sama berasal dari 1 ayah dan 1 ibu
·
Jangan lakukan pergaulan sesuka hati,kenali
orang dengan baik
·
Jangan terlalu berangan angan,karena tidak ada
gunanya
·
Jangan melukai kaum wanita,karena merekalah yang
melahirkan dan menjaga anak
·
Jangan melakukan kejahatan,segeralah bertobat
·
Jangan melupakan para leluhur,jika tidak untuk
apa menjadi anak cucu
·
Hubungan antar tetangga jangan dirusak,harusnya
saling menghormati dan membantu
·
Jangan lakukan hal yang bukan menjadi
kepentingan anda,agar terhindar dari masalah dan bencana
·
Jangan mengeluh karena miskin,untuk hidup kaya
harus dimulai dari kerja keras
·
Jangan turut ikut campur perdebatan orang
lain,karena akan melukai salah satu pihak
·
Jangan membuang kertas atau buku buku,karena
semua itu benda berharga dunia
·
Dalam rumah tangga jangan kasih sayang tidak
adil,karena bisa mendatangkan kabut dalam keluarga
·
Jangan menganggap remeh uang dan harga
benda,karena semua itu diperoleh dengan tidak mudah
·
Jangan meminum alcohol karena bisa merusak tubuh
·
Jangan tergoda oleh kecantikan dan
kenikmatan,karena balasan akan segera tiba
·
Jangan ada niat negative ,karena akan
mendatangkan bencana
·
Jangan melawan orang tua,pikirkanlah karena
tubuh ini adalah pemberian mereka
·
Jangan terlantarkan pekerjaan sendiri,sadarilah
untuk apa anda berjuang
·
Jangan bawa permasalahan ke pengadilan,menangpun
tidak ada untungnya
·
Jangan melihat buku porno,karena bagaikan
memakan kotoran
·
Masa kecil jangan bermain tanpa batas,setelah
dewasa apa yang bisa diperbuat
·
Jangan terlalu banyak membunuh sesama makhluk
hidup karena semuanya memiliki nyawa juga
·
Jangan membuang buang makanan,karena makanan
adalah sumber kehidupan
SIFAT DAN KARAKTER DEWA KWAN KONG BHODISATVA
1.setia kepada Negara
2.menjaga norma susila
3.tidak tergiur akan kesenangan
4.tidak silau akan nama dan harta
5.tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama
5.tidak melupakan kesetiaan persaudaraan
6.melupakan aku,tidak memperdulikan keselamatan diri
7.mementingkan orang lain
KISAH SEJARAH PERJALANAN DEWI KWAM IM
Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina
pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7,
Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada
masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama
Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di
dunia.
Jauh sebelum masuknya agama Buddha,
menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba
dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Welas Asih Berbaju Putih. Kwan Im
(Hanzi:::;Pinyin: Guan Yin) sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan
mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalahKwan She
Im Phosat (Hanzi::::, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan
dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit,Avalokitesvara.
Nama Lain dewi kwam im
Kwan Im di Asia Timur, dikenal dengan
berbagai nama. Akan tetapi “Kwan Im” atau “Kwan Tse Im” masih merupakan
panggilan sederhana yang diberikan untuknya. Berikut adalah beberapa panggilan
atau sebutan yang diberikan berdasarkan negara tertentu:
Di negara Jepang, Kwan Im Pho
Satlebih dikenal dengan nama Dewi Kannon (::) atau secara resmiKanzeon (:::).
Dalam bahasaKorea disebut Gwan-eum atauGwanse-eum, dalam bahasaThailand dikenal
sebagai Kuan Eim(::::::) atau Prah Mae Kuan Eim(:::::::::), di Hongkong
(propinsi Guang Dong); Kwun Yum atau Kun Yum, pelafalan ini berdasarkan bahasa
Kanton, dan dalam bahasaVietnam, Quán Âm atau Quan Th: Âm B: Tát.
Dikemudian hari, Dewi Kwan Im,
identik dengan perwujudan dari Buddha Avalokitesvara. Secara absolut,
pengertian Avalokitesvara Boddhisatvadalam bahasa Sansekerta adalah :
Valokita (Kwan / Guan / Kwan Si /
Guan Shi) yang bermakna “Melihat ke bawah atau Mendengarkan ke bawah”. Bawah di
sini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita).
Svara (Im / Yin) berarti suara. Yang
dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang
dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan
kewelas-asihan dan penyayang.
Dewi Kwan Im (Miao San ) lahir pada
tanggal 19 bulan 2 tahun Kongcu – lik, pada jaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada
tahun 403-221 Sebelum Masehi.Pada tanggal 19 bulan 6 yaitu pada usia 17 tahun
memperoleh Penerangan dan mencapai tingkatan Boddisattva / Hud / Fo. Pada
tanggal 19 bulan 9 di tahun yang sama, mencapai kesempurnaan dan berhasil
Mokswa, naik ke langit bersama badan kasarnya menjadi Kwan Se Yin Pao Sat Jien
So Jien Yen atau Dewi Kwan Im Tangan Seribu – Mata Seribu – Kepala Seribu. Dewi
Kwan Im selalu membawa botol Amertha atau wadah suci berisi Embun Welas Asih
yang berkhasiat mensucikan segala kotoran ( dosa ) serta menyembuhkan.
Kendaraan Dewi Kwan Im
Dewi Kwan Im Miao San mengendarai
Ikan Tombro yaitu lambang keteguhan menghadapi tantangan (seperti Ikan Tombro
berenang melawan arus meloncati jeram) jadi seruan agar umat teguh tekadnya dan
kuat menghadapi tantangan di dunia dengan jalan yang benar. Bertangan Seribu,
Bermata Seribu bahkan Berkepala Seribu lambang bisa mampu menjangkau berbagai
hal, Penyayang dan penuh Welas Asih.
Kadang naik Bunga Teratai lambang
Kesucian yang selalu bersih, biarpun tumbuh di atas Lumpur, agar umat
meneladani makna yang tersirat dalam kehidupannya.
Perwujudan Kwan Im
Kwan Im (Avalokitesvara) sendiri
asalnya digambarkan berwujud laki-laki diIndia, begitu pula pada masa menjelang
dan selama Dinasti Tang (tahun618-907). Namun pada awal Dinasti Sung
(960-1279), berkisar pada abad ke 11, beberapa dari pengikut melihatnya sebagai
sosok wanita yang kemudian digambarkan dalam para seniman.Perwujudan Kwan Im
sebagai sosok wanita lebih jelas pada masa Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa
Dinasti Ming, atau berkisar pada abad ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal
sebagai wanita.
Bila sudah mencapai taraf Buddha
sudah tidak lagi terikat dengan bentuk apalagi gender, karena pada dasarnya roh
itu tidak mempunyai bentuk fisik dan gender. Menurut cerita, Dewi Kwan Im
adalah titisan Dewa Che Hangyang ber-reinkarnasi ke bumi untuk menolong manusia
keluar dari penderitaan, karena beliau melihat begitu kacaunya keadaan manusia
saat itu dan sebagai akibatnya terjadi penderitaan di mana-mana.
Dewa Che Hang memilih wujud sebagai
wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolonganNya.
Disamping itu agar lebih bisa meresapi penderitaan manusia, bila dalam bentuk
wanita, karena di jaman itu, wanita lebih banyak menderita dan kurang leluasa
dalam membuat keputusan.
Dalam sejumlah kitab Budhisme
Tiongkok klasik, seperti Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biau Hoat Lien Hoa
Keng) disebutkan ada 33 penjelmaan Kwan Im Pho Sat, antara lain :
1.Kwan Im Berdiri Menyeberangi
Samudera;
2.Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil
Berdiri diatas Naga;
3.Kwan Im Duduk Bersila Bertangan
Seribu;
4.Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih
Bersih sambil Berdiri;
5.Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
6.Kwan Im Berdiri diatas Batu
Karang/Gelombang Samudera;
7.Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol
Suci & Dahan Yang Liu;
8.Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor
Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan yang beraneka
bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga
bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi
Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada
umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan,
dengan wajah penuh keanggunan.
Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering
juga ditampilkan berdampingan denganBun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau
ditampilkan bertiga dengan :Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud
– Kwan Im Pho Sat.
Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani
(Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou)ada 84 perwujudan Dewi Kwan Im sebagai simbol
dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar.
Altar utama di Kuil Pho To Sandipersembahkan
kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagaiBudha Vairocana, dan di sisi
kiri atau kanan berjajar 16 perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar
utama Kim Tek Ie (salah satuKelenteng tertua di Indonesia adalahKing Cee Kwan
Im (Kwan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma kepada umat manusia).
Disamping itu terdapat pula wujud
Kwan Im Pho Sat dalam Qian Shou Guan Yin (Kwan Im Seribu Tangan) sebagai
perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang
tulus dari umatNya. Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi – Kiu
Kho Kiu Lan – Kong Tay Ling Kam – Kwan Im Sie Im Pho Sat.
Ketika agama Buddha memasuki Tiongkok
(Masa Dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria.
Seiring dengan berjalannya waktu, dan
pengaruh ajaran Taoisme serta Kong Hu
Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan
ditampilkan dalam sosok wanita.
Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita
perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara
Bodhisattva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang”
(Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan adanya
legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita
yang disebut“Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara
Bodhisattva pria.
Lambat laun tokoh Avalokitesvara
Bodhisattva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan
posisinya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Kong Hu Cu,
mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewa.
Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri
untuk mewujudkan dirinya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk
menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolongan.
Dari sini jelas bahwa tokoh
Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal
dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung
Potalaka, Tibet,Pu Tao Shan sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di
gunung di kepulauan Zhou Shan,Cina. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh
Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat.
Dalam kepercayaan Buddhisme yang
berkembang pesat di China, diyakini bahwa segala permohonan yang berangkat dari
ketulusan dan niat suci, maka biasanya Dewi Kwan Im akan mengabulkan permintaan
tersebut.Terutama pada saat-saat genting dimana seseorang tengah berhadapan
dengan bahaya. Sehingga dalam kurun ribuan tahun, pengabdian moral dari Dewi
Kwan Im dikenal galib berporos empat jalan kebenaran. Yakni, pengembangan
kebajikan, pengembangan toleransi dan saling hormat menghormati, pengendalian
batin dan mawas diri, serta menghindarkan dari marabahaya.
Menurut Kitab Suci Kwan Im Tek
Tooyang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im (Miao San ) lahir pada tanggal
19 bulan 2 tahun Kongcu – lik, pada jaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun
403-221 Sebelum Masehi. Terkait dengan legenda puteri Miao Shan, anak dari Raja
Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang / Miao Chiang / Miao Tu Huang, penguasa
negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad ke-3 SM.
Dinasti Zhou sendiri berkuasa dari tahun 1122 – 255 SM.
Raja Miao Zhuang sangat mendambakan
seorang anak lelaki, tetapi yang dimilikinya hanyalah 3 orang puteri. Puteri
tertua bernama Miao Shu, yang kedua bernama Miao Yin El, dan yang bungsu
bernama Miao Shan.
Setelah ketiga puteri tersebut
menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih
jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang
sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan
istana dan memilih menjadi Bhikunidi Klenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Miao Yin El menikah serta di kemudian
hari menurunkan Raja Miao Li yang mempunyai putri bernama Yu Lan. Miao Shu dan
Miao Yin lebih cenderung dimanja oleh fasilitas istana dan berfoya-foya.
Sementara Miao Shan dengan rajin menjaga dan merawat kedua orang tua mereka.
Dari ketiga putri sang Raja, putri ketiga lah yang sangat berbakti kepada kedua
orangtua serta leluhurnya. Ia juga memperlihatkan sifat welas asih kepada semua
makhluk. Itu sebabnya ia sudah vegetarian sejak balita.
Dikisahkah, saat masih bayi, bila
Miao Shan mendengar kata “bunuh”, ia akan menangis sekeras-kerasnya dan tidak
mau bila diberi makan daging saat balita. Toleransinya kepada dayang-dayang
istana sangat besar sehingga ia disayangi oleh semua pihak. Ia selalu
mengaplikasikan bentuk-bentuk kebajikan Buddhisme yang ia pelajari dan dalami
ke dalam hidup sehari-harinya.
Hal tersebut menimbulkan iri hati dan
benci dari kedua kakak perempuannya, sehingga dengan intrik dan hasutan jahat
bekerja sama dengan seorang peramal tua yang jahat akhirnya Miao Shan diusir
dari istana. Miao Shan dituduh titisan dari iblis jahat, sehingga negeri mereka
yang dulunya makmur, sekarang selalu dirundung bencana. Padahal bencana dan
masalah datang, karena banyak pejabat istana termasuk si peramal tua jahat itu
terlibat korupsi besar-besaran, bahkan si peramal tua berambisi mengambil tahta
Sang Raja.
Kelompok jahat itu mengklaim sejak
Miao Shan lahir bencana susul menyusul tiada henti. Kalau bukan kekeringan,
pasti kebanjiran. Kalau bukan kelaparan pasti wabah penyakit. Sehingga Miao
Shan dianggap jelmaan iblis yang dikutuk oleh langit.
Dalam pengembaraannya Miao Shan
mengabdikan diri sebagai samaneri(calon biksu perempuan). Tahun berganti tahun,
akhirnya Sang Raja, ayahanda Miao Shan menjadi sakit-sakitan karena merasa
rindu pada putri bungsunya tersebut. Sampai akhirnya sang Raja menderita
penyakit aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi bisul dan borok tak tersembuhkan.
Disinyalir ada hubungannya dengan ilmu iblis yang dipelajari oleh peramal tua
yang mengincar tahtanya. Bahkan Raja menjadi buta dan permaisuri menjadi
kelainan jiwa akibat merindukan putri bungsu mereka.
Miao Shan yang merasa iba, berkat
kesaktiannya, mengubah dirinya menjadi seorang bikkhuni. Ia mendatangi istana,
dan menjenguk ayahandanya yang terkapar sakit, dengan dalih sebagai tabib.
Setelah Miao Shan membacakanparita, ayah ibunya itu merasakan damai yang tiada
tara, sehingga mereka tertidur dengan damai. Namun dalam penyamarannya itu, Ia
bukannya hanya mengobati, tetapi juga memberi petunjuk bahwa Sang Raja
menderita penyakit aneh, dan hanya dapat sembuh jika mengkonsumsi sekerat
daging manusia dan sebiji bola mata yang berasal dari tubuh putri kandungnya.
Tentu saja ayah ibunya tidak mendengar hal ini karena sudah tertidur, kalau
mendengar mungkin mereka tidak berkenan menjalankan pengobatan.
Dihadapan ibu suri dan kedua
kakaknya, Miao Shan membeberkan cara pengobatan aneh itu. Di saat meminta kedua
kakak perempuannya untuk berkorban diiris otot lengan dan dicungkil sebelah
bola matanya untuk dicampur pada obat bagi ayah mereka, saat itu juga keduanya
berlutut di samping ranjang ayahanda mereka, menangis tersedu-sedu.
“Oh, Ayahanda, kasihanilah saya Miao
Shu. Saya masih memiliki anak yang masih kecil-kecil dan mereka masih
membutuhkan saya untuk membesarkan mereka.”
Tak lama berselang, Miao Yin menyusul
dengan kalimat bernada serupa. Kali ini tangisnya lebih deras. tiba-tiba Miao
Shan menengahi, dengan bijak ia berkata.”Kalau begitu biarkan daging dan bola
mata saya saja yang dikorbankan untuk kesembuhan Baginda.” Saat itu kedua
kakaknya belum menyadari yang dihadapan mereka adalah adik bungsunya Miao Shan,
oleh karena dandanannya yang sederhana sebagai biksuni dan juga karena sekian
tahun lamanya mengembara di luar.
Setelah mengiris sekerat otot lengan
dan mencongkel bola matanya sendiri dengan belati tanpa rasa takut, dengan
tenang serta penuh keikhlasan, ia memberikan bagian-bagian tubuhnya itu untuk
campuran ramuan obat untuk ayah ibunya. Saat mengaduk-aduk ramuan obat itu,
terjadi keajaiban. Ramuan obat itu memancarkan harum wangi dupa dan memenuhi
seluruh penjuru istana.
Raja Miao Zhuang setelah meminum
“obat mujarab” tersebut sembuh seketika dan matanya dapat melihat kembali. Atas
jasanya, Raja menanyakan apa yang diinginkan oleh Miao Shan yang masih belum
dikenali oleh mereka. “Hamba tidak menginginkan bayaran apapun, hamba hanya
berbuat baik untuk menyebarkan dharma dan ajaran sang Buddha.” Demikian kata
Miao Shan.
“Minimal apa ada permintaan biksuni
agar kami tidak merasa terlalu sungkan karena tidak memberikan apa-apa.” Kata
Sang Raja.
Terdiam sejenak, kemudian Miao Shan
melanjutkan. “Hamba sudah lama kehilangan ayah dan ibu, bolehkan hamba memeluk
Baginda dan Permaisuri sehingga kerinduan akan ayah-ibu bisa terobati?”
“Ha? Sesederhana itu? Kenapa tidak
boleh… silahkan.” Sahut sang Raja.
Miao Shan menunduk dan menghampiri
ayah bundanya itu, setelah bersujud di pelukan Raja ia kemudian berpindah ke
pelukan permaisuri dengan airmata berlinang dan suara isak tangis. “Ibu,
maafkan anak yang tidak berbakti” demikian Miao Shan berbisik. Karena jarak
dekat, permaisuri baru menyadari kalau itu adalah putri bungsunya yang telah
diusir dari istana akibat konspirasi pejabat yang tidak setia. Raja yang kaget
dan senang bukan kepalang memeluk tubuh putri bungsunya itu dengan airmata
berlinang.
Sejak itulah kebajikan dan keluhuran
budi Miao Shan menjadi legenda di tanah Tiongkok. Ia menggugah ketulusan tanpa
pamrih, pengorbanan tanpa batas, sifat welas asih yang tiada tara, dan masih
banyak lagi kemuliaan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Setelah peristiwa fenomenal tersebut,
Miao Shan tetap bertekad melanjutkan pertapaannya dengan menjadi biksuni
sepanjang hidup dan pengabdiannya. Meski berat hati, tapi Raja Miao Zhung dan
permaisurinya merelakan putri bungsunya tersebut, memaklumi niatnya untuk
mengabdi bagi kemanusiaan.
Untuk mengenang putri bungsunya
tersebut, Raja Miao Zhung memerintahkan pekerja seni rupa terbaik di negerinya
membuat patung berwujud putri Miao Shan dan mendirikan vihara Dewi Kwan Im
pertama diPho To San
“Putri saya, Miao Shan, ibarat
memiliki seribu tangan untuk membantu sesama dengan tulus serta ikhlas, dan
seribu mata yang peka melihat penderitaan rakyat jelata!” demikian kata Raja
Miao Zhuang dalam nada bangga, yang ternyata salah ditanggapi oleh para pemahat
arca istana. Arca rampung dengan memiliki simbolisasi seribu tangan dan seribu
mata. Itulah awal ihwal Miao Shan yang melegenda menjadi Qian Shou Guan Yin
(Dewi Kwan Im Seribu Tangan).
Dikisahkan ketika Miao Shan berhasil
mencapai pencerahan menjadi Buddha, saat hendak memasuki gerbang Nirwana, ia
mendengar banyak tangisan penderitaan dari alam manusia di bawah. Ia kemudian
membatalkan memasuki Nirwana dan memilih berada di alam manusia untuk membantu
setiap makhluk hidup, karena masih mendengar tangisan penderitaan manusia. Ia
senantiasa menyingkirkan segala macam penderitaan dan menumbuhkan kebahagiaan
dengan mewujudkan permintaan kesejahteraan kaum papa.
Turun temurun masyarakat Tionghoa
sangat menghormati Dewi Kwan Im. Hampir di setiap rumah penganut Konfusiunisme
dan klenteng-klentengpasti memiliki rupam atau diorama puja untuk mengenang
jasa dan kebaikanNya.
Legenda Miao Shan
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan
Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman
Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri
Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri
Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM.
Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang
sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga)
orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama
Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan).
Setelah ketiga puteri tersebut
menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih
jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang
sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan
istana dan memilih menjadi Bhikuni diKlenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Setelah ketiga puteri tersebut
menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih
jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang
sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan
istana dan memilih menjadi Bhikuni diKlenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Kematian dan di alam baka
Berbagai cara diusahakan oleh Raja
Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan
tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis
kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati
sang puteri.
Setelah kematianNya, arwah Puteri
Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang
ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia.
Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci
mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.
Penguasa Akherat, Yan Luo Wang,
menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk
kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Buddha Amitabha
muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat
makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan
kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih
kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo
dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
Menyelamatkan raja
Sembilan tahun berlalu, suatu ketika
Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah
dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut,
lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun
terlambat, sang Raja telah wafat.
Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan
melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat.
Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk
menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat,
Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat
melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk
dijadikan santapan setan-setan kelaparan.
Setelah hidup kembali, Raja Miao
Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang
Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama
dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti
jalan Buddha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela
mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka
membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan.
Buddha O Mi To Hud (amitabha) yang
mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu
Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak
kepada manusia. Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, juga
merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk
kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud
memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin
Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan
Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya, Buddha O Mi To Hud (Amitabha)
Kwan Im, Dewi Tangan seribu
Dalam kisah lain disebutkan bahwa
pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau
menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im
Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa
yang berbeda jenis.
Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga
memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan
sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba
kepalanya pecah berkeping-keping.
Pelantikan
Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan
Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang
pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu
Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka
Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang
diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa
terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata
Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya.
Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua)
versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang
menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran
Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk
dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan
Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo
Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah.
Karena kenakalan dan kesaktian Ang
Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan
Im Pho Sat untuk mengatasiNya.
Akhirnya Ang Hay Jie berhasil
ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan
Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa
salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang
penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan
diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya,
sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah
anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Legenda Puteri Miao Shan
Dalam legenda Puteri Miao Shan,
disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu
mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu
diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po
Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan
Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang
pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu
Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong)atau “Jejaka
Emas”.
Pada mulanya, Long Ni adalah cucu
dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib
kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong
puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan
mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi
pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai
adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To
Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik.
Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi
You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu
Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong
Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang
Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat
untuk mengatasiNya.
Akhirnya Ang Hay Jie berhasil
ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan
Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa
salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang
penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan
diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya,
sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah
anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Dewi Kwan Im (Hanzi : 觀音娘娘/觀世音; Pinyin
: Guānyīn niángniáng/Guānshìyīn) adalah Dewi Welas Asih yang populer
dipuja masyarakat Tiongkok dan perantauannya di dunia. Sebutan ‘Kwan Im’
sendiri berasal dari dialek Hokkian yang umum dipergunakan mayoritas etnis
Tionghoa di Indonesia.
Nama lengkap dari Kwan Im menurut
versi ajaran Buddhisme adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi : 觀世音菩薩,
Pinyin : Guānshìyīn púsà) yang merupakan terjemahan langsung dari nama aslinya
dalam bahasa Sanskerta, Avalokitesvara Bodhisattva. Sedangkan menurut
versi ajaran Taoisme menyebutnya sebagai Cihang Dashi (慈航大士) atau
Cihang Zhenren (慈航真人).
Dewi Kwan Im sendiri asalnya
digambarkan berwujud laki-laki di India. Penyebaran pengaruhnya mulai masuk ke
daratan Tiongkok pada masa Dinasti Tang (618-907). Namun pada awal Dinasti Song
(960-1279), berkisar pada abad ke 11, beberapa dari pengikut melihatnya sebagai
sosok wanita yang kemudian digambarkan dalam para seniman. Perwujudan Kwan Im
sebagai sosok wanita lebih jelas pada masa Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa
Dinasti Ming atau sekitar abad ke 15, Dewi Kwan Im secara menyeluruh
perwujudannya dikenal sebagai wanita.
Banyak cerita mengenai asal-usul
tentang Dewi Kwan Im di masyarakat Tiongkok. Salah satu yang paling terkenal
adalah cerita tentang Legenda Putri Miao Shan (妙善). Menurut cerita
tersebut, Putri Miao Shan dilahirkan pada masa dinasti Zhou Timur (
770-256 SM), yang merupakan anak dari Raja Miao Zhuang (妙莊)
penguasa Negeri Xing Lin pada akhir masa Dinasti Zhou (abad 3 SM).
Setelah kematiannya, arwah Puteri
Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang
ada di neraka, P
Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus
agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas
asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.
Penguasa dunia akhirat, Yan Luo Wang
(Hanzi : 阎罗王; Hokkian : Giam Lo Ong), menjadi
bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk
kembali ke badan kasarnya. Begitu
bangkit dari kematiannya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan
dan memberikan Buah Persik Dewa untuk
dimakannya.
Dengan memakan buah persik tersebut,
sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, berubah menjadi tua, dan mengalami
kematian. Buddha Amitabha lalu
menganjurkan agar Puteri Miao Shan
berlatih mencapai kesempurnaan di gunung Pu Tuo. Puteri Miao Shan pun
mengikutinya,
pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar
seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
menganjurkan agar Puteri Miao Shan
berlatih mencapai kesempurnaan di gunung Pu Tuo. Puteri Miao Shan pun
mengikutinya,
pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar
seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
Mengenai jalan cerita
lengkapnya/selanjutnya, silahkan pembaca cari lewat mesin pencari karena
artikel ini bukan berfokus pada riwayatNya.
Beberapa perwujudan dari Dewi Kwan Im
yang paling terkenal adalah (1) Kwan Im berdiri menyeberangi samudera,
(2) Kwan Im menyeberangi samudera sambil berdiri di atas seekor Naga,
(3) Kwan Im duduk bersila dengan Tangan Seribu (sebagian divisualisasikan
sambil memegang aneka macam senjata), (4) Kwan Im berjubah putih sambil
berdiri membawa botol suci & dahan Yang Liu (sebagian divisualisasikan
dalam posisi duduk bersila), (5) Kwan Im berdiri sambil menggendong Anak,
dan (6) Kwan Im Berdiri di atas batu karang.
Walaupun memiliki berbagai macam
bentuk rupa perwujudan, pada umumnya Dewi Kwan Im ditampilkan sebagai sosok
seorang wanita cantik yang keibuan¹ (berusia 40-an tahun), dengan wajah penuh
keanggunan.
Terdapat 3 hari besar untuk
memperingati/menghormati Dewi Welas Asih ini, yaitu pada (sumber Buddha.id) :
1. Tanggal 19 bulan 2 Imlek adalah
hari kelahiran Nya.
2. Tanggal 19 bulan 6 Imlek adalah
hari mencapai kesempurnaan
3. Tanggal 19 bulan 9 Imlek adalah
hari meninggalkan raganya
Pada hari-hari ini, umat yang merasa
pernah memperoleh pertolongan Guan Yin umumnya akan datang memenuhi kelenteng
Guan Yin, membawa barang persembahan, melepaskan burung dan atau hewan lain,
melakukan pantangan makan bernyawa (cia cay), dan melaksanakan perbuatan
amal/kegiatan sosial lainnya, seperti berkunjung ke rumah jompo, rumah
penampungan anak yatim dan cacat, dsb
1. Jika orang lain membuatmu susah,
anggaplah itu tumpukan rejeki.
2. Mulai hari ini belajarlah
menyenangkan hati orang lain.
3. Jika kamu merasa pahit dalam
hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia.
4. Lari dan berlarilah untuk mengejar
hari esok.
5. Setiap hari kamu sudah harus
merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini.
6.Setiapkali ada orang memberimu satu
kebaikan, kamu harus mengembalikannya
sepuluh
kali lipat.
7. Nilailah kebaikan orang lain
kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu
berikan pada orang lain.
8. Dalam keadaan benar kamu difitnah,
dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan
mendapatkan pahala.
9. Dalam keadaan salah kamu dipuji
dan dibenarkan, itu merupakan hukuman.
10. Orang yang benar kita bela tetapi
yang salah kita beri nasihat.
11. Jika perbuatan kamu benar, kamu
difitnah dan dipersalahkan, tapi kamu
menerimanya, maka akan datang
kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah.
12. Jangan selalu melihat / mengecam
kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri
sendiri itulah kebenaran.
13. Orang yang baik diajak bergaul,
tetapi yang jahat dikasihani.
14. Kalau wajahmu senyum hatimu
senang, pasti kamu akan aku terima.
15. Dua orang saling mengakui
kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan
bersahabat sepanjang masa.
16. Saling salah menyalahkan, maka
akan mengakibatkan putus hubungan.
17. Kalau kamu rela dan tulus
menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan
sampai diketahui bahwa kamu sebagai
penolongnya.
18. Jangan membicarakan sedikitpun
kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu
akan dinilai jelek oleh si
pendengar.
19. Kalau kamu mengetahui seseorang
berbuat salah, maka tegurlah langsung dengan
kata-kata yang lemah lembut
hingga orang itu insaf.
20. Doa dan sembah sujudmu akan aku
terima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti
jalanKu.
Comments
Post a Comment